Agusdin

Terima kasih sudah berkunjung di rumah inspirasi..

Mendidik Anak di Zaman Fitnah

Keluarga di dalam ajaran agama Islam memiliki kedudukan yang amat krusial dan penting, dari keluarga inilah masyarakat Islam terbentuk, dan darinya pula sebuah generasi emas akan terwujud.

Ajaran Islam sangat perhatian terhadap keluarga. Sebelum sebuah keluarga itu terbentuk, Islam telah memberikan bimbingan dan arahan tentang langkah yang seharusnya diambil oleh laki-laki sehingga dirinya insya Allah sukses membangun bahtera rumah tangganya. Yaitu, dengan memilih istri yang salehah bagi dirinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

 “Maka, pilihlah (wanita) karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”  (HR. Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)

Bukan hanya dari sisi calon suami saja, demikian pula halnya dengan para wali calon istri. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan nasihat kepada para wali perempuan untuk menerima lamaran dari laki-laki yang saleh dan baik agamanya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Jika seseorang datang melamar (anak perempuan dan kerabat) kalian, sedangkan kalian rida pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan.”

Ketika mendengar hal tersebut para sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, meskipun mereka tidak kaya?”

Beliau bersabda, “Jika seseorang datang melamar (anak perempuan) kalian, kalian rida pada agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah dia.” Beliau mengatakannya tiga kali. (HR. Tirmidzi no. 1085 dan Al-Baihaqi no. 13863)

Salah satu langkah terpenting di dalam membangun keluarga yang harmonis dan sarat akan kesalehan dan kebaikan adalah kepedulian dan pengawasan penuh dalam mendidik anak-anak kita. Sedari mereka masih kecil, para orang tua sudah dituntut untuk membimbing ibadah mereka dan budi pekerti mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: 

 “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan salat apabila sudah mencapai umur tujuh tahun. Dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun, maka pukullah dia apabila tidak melaksanakannya. Dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya.” (HR. Abu Dawud no. 495)

Kepedulian terhadap pendidikan dan perkembangan anak bukan hanya pada perkara makan, pakaian, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya saja seperti yang banyak dilakukan oleh masyarakat kita di zaman sekarang. Lebih jauh dari itu, orang tua dan para wali bertanggung jawab penuh juga terhadap akhlak dan agama anak-anaknya. Dan ini bukanlah tugas ibu semata, di dalam mendidik anak-anak. Seorang ayah juga dituntut untuk ikut andil dan ambil bagian di dalamnya. Di manakah letak keteladanan jika seorang ayah tidak mampu dan tidak mau ikut andil di dalam mendidik anak-anaknya?!

Perkara terpenting yang harus kita ajarkan dan kita tanamkan kepada anak-anak kita adalah keyakinan perihal kebesaran Allah Ta’ala, merasa diawasi oleh-Nya, bergantung kepada-Nya dalam segala hal, dan takut kepada-Nya baik di dalam keramaian maupun saat sendirian.

Kenapa? Karena anak-anak kita hidup di zaman di mana kemaksiatan sangat mudah dijangkau, peluang untuk bermaksiat sangatlah besar, pintu-pintu kemaksiatan tersebut bahkan ada dalam setiap genggaman kita. Tanpa perlu bersusah payah keluar rumah, atau bahkan keluar kamar, seorang anak sangat dimungkinkan untuk melakukan kemaksiatan dan melakukan hal-hal yang Allah haramkan. Di dalam menghadapi hal tersebut, ketakwaan dan merasa diawasi Allah Ta’ala adalah perkara terpenting yang harus dimiliki oleh setiap anak, lihatlah bagaimana mereka saat ini mudah sekali mengakses informasi luar hanya dengan handphone mereka, yang jika tidak kita awasi maka bencana kemaksiatan bisa terjadi. Banyak berita saat ini bagaimana penyimpangan perilaku, keperibadiaan dan juga penyimpangan seks terjadi pada anak anak, karena seringnya mengakses video2 tidak senonoh.

Perkara kedua yang harus kita tanamkan kepada anak-anak kita adalah tentang esensi menjaga salat dan larangan dari menyia-nyiakannya. Karena kesuksesan dan keberhasilan seorang hamba baik di dunia ini maupun di akhirat nanti tidaklah terwujud, kecuali dengannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam suatu ketika menyebutkan tentang perkara salat, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Siapa yang menjaga salat, maka ia akan mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan sampai hari kiamat. Dan siapa yang tidak menjaganya, maka ia tidak mendapatkan cahaya, petunjuk, dan keselamatan. Nantinya di hari kiamat, ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ahmad no. 6576, Ibnu Hibban no. 1467, dan At-Thabrani, 14: 127 no. 14746)

Sangat disayangkan, kita hidup bersama generasi yang banyak sekali di antara mereka menyia-nyiakan perkara salat. Bahkan, tidak jarang sebagian dari mereka meninggalkan salat dalam pengawasan dan pengetahuan orang tuanya. Padahal di dalam hadis, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan secara jelas,

“Batas antara kita dan mereka (orang-orang kafir) adalah salat. Barangsiapa yang meninggalkannya, maka telah kafir.”  (HR. Tirmidzi no. 2621 dan An-Nasa’i no. 463)

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga diri kita dan keluarga kita dari panasnya azab neraka Jahanam.

Di antara pendidikan yang harus kita tanamkan terutama kepada anak-anak perempuan kita adalah rasa malu. Rasa malu adalah perhiasan hakiki bagi wanita muslimah. Dengannya martabat seorang muslim terjaga, dan dengannya pula aib serta kekurangan-kekurangan yang ia miliki akan tertutup. Di dalam hadis disebutkan,

“Malu itu semuanya baik.” (HR. Bukhari no. 6117 dan Muslim no. 37)

Malu yang dimaksudkan di sini adalah rasa malu yang membuat diri kita terhindar dari melakukan kemaksiatan dan dosa. Rasa malu yang membuat seseorang menahan diri untuk tidak melakukan kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, baik itu di tempat keramaian maupun di tempat yang sepi, ada anggapan salah terkait sifat malu ini yang tersebar di masyarakat kita, yaitu anggapan bahwa sifat malu tidak pantas untuk laki-laki, sifat malu hanya khusus untuk perempuan saja.

Tentu saja anggapan ini keliru dan salah. Karena seseorang yang malu jika dilihat oleh manusia lainnya tatkala berbuat kemaksiatan, maka tentu saja seharusnya ia lebih malu kepada Rabbnya. Dan siapa saja yang malu kepada Rabbnya, maka rasa malunya tersebut akan mencegahnya dari melalaikan kewajiban ibadahnya dan dari melakukan kemaksiatan.

Bagi kita sebagai orang tua, ada tiga hal penting yang harus kita lakukan agar pendidikan kita kepada anak-anak kita sukses mencapai tujuannya.

Pertama: Jadilah teladan yang baik untuk anak-anak kita.

Keteladan memiliki andil besar di dalam mewujudkan keberhasilan pendidikan anak-anak kita. Saat orang tua bisa menjadi teladan dan contoh yang baik untuk anak-anaknya, maka itu memudahkan anak-anak untuk memahami pengajaran dan pendidikan yang hendak disampaikan orang tuanya. Sebaliknya, saat orang tua tidak bisa menjadi teladan yang baik untuk anak-anaknya, maka sang anak akan mencoba mencari sosok lainnya yang akan ia jadikan teladan. Tidak mengherankan bila kemudian mereka mencontoh artis-artis di TV dan selebgram-selebgram yang bertebaran di dunia maya.

Keteladanan di dalam mendidik banyak sekali Allah tekankan di dalam Al-Qur’an. Lihatlah bagaimana Allah Ta’ala memerintahkan kita untuk meneladani Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan nabi-nabi lainnya. Allah Ta’ala berfirman,

 “Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (QS. Al-An’am: 90)

Kedua: Selalu mengawasi anak-anak kita.

Jangan sampai anak-anak kita menjadi korban para pemuja syubhat dan syahwat. Kita hidup di zaman di mana pemikiran-pemikiran sesat dan menyimpang merajarela. Setiap individu bebas menyampaikan opininya. Sebuah keterbukaan yang membuat syubhat dan syahwat mengepung anak-anak kita. Pergaulan bebas yang tidak terkontrol, keberanian wanita yang mengaku muslimah untuk melepas hijabnya, berdalih dengan kebebasan individu. Podcast-podcast yang dipenuhi dengan orang-orang yang tidak beres dan bahkan tayangan-tayangan anak kecil yang terkadang diselipi oleh adegan-adegan yang tidak selayaknya dipertontonkan.

Agar terhindar dari semua hal yang kita sebutkan, hal itu membutuhkan pengawasan orang tua kepada anaknya, meskipun mereka sudah besar. Jangan sampai anak-anak perempuan kita pergi keluar sendirian untuk bekerja di tempat yang masih campur baur antara laki-laki dan perempuan. Jangan sungkan juga untuk memberikan batasan waktu bermain atau keluar rumah bagi anak laki-laki kita. Karena tanpa adanya pengawasan orang tua, maka ini akan membuka pintu-pintu setan untuk mengganggu dan menyesatkan kita dan anak-anak kita.

Ketiga: Jangan lupa untuk mendoakan kebaikan bagi anak-anak kita.

Doa orang tua adalah doa yang mustajab. Manfaatkanlah hal ini untuk mendoakan kebaikan untuk anak-anak kita. Sebaliknya, jangan sampai mendoakan keburukan untuk anak-anak kita meskipun mereka sedang nakal sekalipun. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi, yaitu doa orang tua, doa orang yang bepergian (safar), dan doa orang yang dizalimi.” (HR. Abu Dawud no. 1536. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan)

Pertanyaanya adalah seberapa sering kita mendoakan anak kita dengan doa :” Rabbana Hablana Minazwajina Wazurriyatina …… dan kemudian mengusap kepala anak kita pada saat tidur dengan membacakan minimal surat Al Fatihah? Sehingga pada akhirnya suatu saat mereka juga akan mendoakan kita dalam setiap sholat mereka dengan doa “ Rabbighfir lī, wa li wālidayya, warham humā kamā rabbayānī shaghīrā Artinya: "Tuhanku, ampunilah dosaku dan (dosa) kedua orang tuaku. Sayangilah keduanya sebagaimana keduanya menyayangiku di waktu aku kecil."

Jika tidak maka jangan salahkan mereka dikemudian hari karena ketika mereka saat kecil kita juga kurang atau tidak pernah mendoakan mereka menjadi anak yang soleh. Na’uzdubillah

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita, keluarga kita, dan anak-anak kita dari siksa api neraka, menjaga mereka dari bahaya fitnah syahwat dan syubhat.

Ya Allah, jadikanlah kami orang tua yang baik untuk anak-anak kami. Jadikanlah kami orang tua yang bisa memberikan contoh yang baik untuk anak-anak kami. Jadikanlah kami orang tua yang senantiasa mendoakan kebaikan untuk anak-anak kami, seperti Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang mendoakan anak-anaknya,

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat. Ya Tuhan Kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)

Assalamualaikum.. Saya Agusdin, sekedar berbagi pengalaman, cerita ide, inspirasi dan pengetahuan.. Terima kasih telah berkunjung di website saya, jangan lupa juga berkunjung di youtube saya Agusdin Center Terima Kasih..

Hubungi Saya

5617 Glassford Street
San Francisco, CA 94105,
United States
Text: (+62) 085267
agusdin@gmail.com

Infromasi Lain

Kontak Saya

Update informasi terbaru

Dapatkan informasi terbaru dari saya dengan cara berlangganan

Login